KESENIAN KUDA LUMPING UPAYA PELESTARIAN BUDAYA
Oleh : Sukariyati, S. Pd
Indonesia sangat kaya akan budaya, dari sabang sampai merauke terdapat ras dan suku bangsa yang memiliki budaya tersendiri. Perbedaan inilah yang menyebabkan negara Indonesia kaya akan kebudayaan. Kebudayaan merupakan hasil karya manusia dalam mempertahankan serta meningkatkan taraf hidup, juga sebagai proses adaptasi lingkungan. Kebudayaan memiliki sifat dinamis atau selalu berubah-ubah. Tidak ada kebudayaan yang tidak mengalami perubahan secara mutlak, artinya bagaimanapun keadaanya kebudayaan selalu mengalami perubahan.
Salah satu bentuk kebudayaan adalah kesenian. Kesenian yaitu bagian dari kebudayaan dan merupakan sarana yang digunakan untuk mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia. Banyak kesenian jaman dahulu yang masih dilestarikan, namun banyak juga kesenian yang hilang akibat tidak adanya generasi penerus yang tidak mau melestarikannya. Berbagai bentuk kesenian daerah tersebar di seluruh pelosok negeri Indonesia. Kesenian daerah yang tersebar di Indonesia, khususnya didaerah Jawa seperti kuda lumping, sisingaan, angklung, wayang golek, kuda renggong, dan lain-lain, merupakan warisan budaya dari leluhur bangsa Indonesia.
Kuda lumping adalah kesenian yang menggabungkan seni tari (tari yang di mainkan dengan menggunakan properti kuda tiruan yang terbuat dari anyaman bambu) dan seni musik serta mengandung unsur magic. Kuda lumping biasanya dimainkan oleh 15 sampai 20 orang pemain, yang terbagi kedalam beberapa peran, diantaranya dukun/pawang, penari, sinden, pendamping, dan barongan.
Kesenian kuda lumping masih menjadi sebuah pertunjukan yang cukup membuat hati para penontonnya terpikat. Walaupun peninggalan budaya ini keberadaannya mulai bersaing ketat oleh masuknya budaya dan kesenian asing ke tanah air, tarian tersebut masih memperlihatkan daya tarik yang tinggi.
Sudah bukan rahasia lagi apabila kesenian tradisional di Indonesia mulai ditinggalkan generasi muda negeri ini, dan masuknya berbagai kebudayaan luar melalui berbagai media, terutama televisi, tidak sedikit ikut mempengaruhi kelunturan apresiasi terhadap kesenian tradisional. Saat ini banyak anak-anak muda kurang mengenal kesenian tradisional.
Di masa sekarang ataupun masa yang akan datang tanggungjawab untuk mengembangkan dan melestarikan warisan leluhur tersebut bukan lagi ditentukan sepenuhnya oleh pemerintah, tetapi oleh masyarakat, dalam hal ini mereka para pelaku seni, pecinta seni, pekerja seni dan pemerhati seni serta lainnya agar kesenian dan budaya tersebut tidak hilang atau musnah di telan zaman. Terlebih lagi saat ini, budaya barat dan modernisasi merupakan konsumsi sehari-hari anak-anak muda. Akibatnya kesenian dan budaya sendiri dianggap tidak nge-trend dan terkesan kuno, sehingga generasi penerus tidak mau menggelutinya bahkan mereka sudah tidak lagi mengenal budaya sendiri.
Kesenian tradisional kuda lumping di Desa Bleder Kecamatan Singorojo Kabupaten Kendal dengan nama “Wahyu Turonggo Jati“ masih tetap digemari oleh kalangan masyarakat, hal ini dikarenakan kesenian kuda lumping hadir dalam bentuk kesenian yang dapat menghibur dan menyenangkan semua lapisan masyarakat dalam pementasannya.
“Kesenian kuda lumping di Desa Bleder telah lahir sejak tahun 1994, namun didalam perjalanannya kesenian kuda lumping ini sempat berhenti sementara dikarenakan kesibukan pekerjaan dari masing-masing pemainnya sehingga anggotanya semakin berkurang.
Kesenian kuda lumping ini sempat vakum dan diaktifkan kembali dengan para pemainnya yang mayoritas berusia muda dan melakukan pengembangan-pengembangan yang kreatif dan inovatif mengikuti perkembangan zaman. Pada awal berdirinya kesenian kuda lumping di Desa Bleder ada penari wanita akan tetapi kelamaan tidak ada generasi yang melanjutkan dan pada akhirnya penari wanita tidak ada.
Urutan tarian kuda lumping “wahyu Turonggo Jati”:
- Ksatrian, dimainkan oleh anak-anak SD
- Barongan, orang dewasa
- Warok Suramanggala, orang dewasa
- Leak, orang dewasa
Setiap tarian mempunyai ciri make up yang berbeda.
Kesenian kuda lumping ini diaktifkan kembali agar didesa ini ada sebuah wadah untuk menyalurkan jiwa seni dari masyarakat Desa Bleder dan mewariskan budaya ke generasi muda secara berkelanjutan agar tetap terjaga kelestariannya.
Setelah bangkit dari kevakuman kesenian kuda lumping ini tidak hanya melakukan pertunjukan di desa Bleder namun melakukan pertunjukan di daerah lain, tarif untuk memakai jasa kesenian kuda lumping satu kali tampil yaitu sebesar 4 juta rupiah, apabila yang mengundang ikut dalam kelompok kuda lumping hanya membayar uang kas sebesar 500 ribu rupiah. Kelompok kuda lumping Wahyu Turonggo Jati juga pernah mengikuti perlombaan tingkat kabupaten dan mendapat juara. Pada tahun 2019 sampai sekarang kesenian ini kembali vakum karena covid 19.
Gambar urutan tarian kuda lumping
Referensi :
Darini, Ririn. 2013. Sejarah Kebudayaan Indonesia Masa Hindu Budha. Yogyakarta: Ombak
Kuntowijoyo. 2013. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana
Rafiek, M. 2012. Ilmu Sosial & Budaya Dasar. Yogyakarta: Aswaja Pressindo
Ranjabar, Jacobus. 2014. Sistem Sosial Budaya Indonesia Suatu Pengantar. Bandung: Alfabeta
Komentar Terbaru